KEMBANGKAN INOVASI PLTS TERAPUNG, DOSEN POLINES RAIH BANYAK PENGHARGAAN DI INGGRIS

Dosen Politeknik Negeri Semarang (Polines), Bayu Sutanto, berhasil meraih sejumlah penghargaan atas inovasinya pada sistem pendinginan pasif untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung. PLTS terapung ini diklaim mampu menurunkan temperatur secara signifikan dan menaikkan daya listrik hingga 17,84%. Inovasi tersebut juga berhasil membuka peluang baru di bidang solar engineering.

Selain dosen Polines, Bayu Sutanto juga merupakan mahasiswa program doktoral di University of Manchester, Inggris. Sejumlah penghargaan yang berhasil diraih Bayu atas inovasinya tersebut antara lain adalah Best PhD Presentation di Department of Fluid and Environment Postgraduate Research (PGR) Conference, University of Manchester serta penghargaan sebagai best briefing paper di program International Summer School in Global Just Transition oleh the UK Energy Research Centre (UKERC). Penghargaan lainnya adalah  sebagai Best Poster and Presentation di Department of Mechanical, Aerospace and Civil Engineering (MACE) PGR Conference, University of Manchester pada 2022.

Ide inovasi Bayu juga menjadi satu-satunya penelitian yang meraih lebih dari dua penghargaan sekaligus dalam event tahunan di Kampus Osborne Reynolds (pencetus bilangan Reynolds) tersebut. Hasil lengkap dari ide tersebut juga telah diterbitkan di jurnal internasional bergengsi di International Journal of Thermal Sciences, Elsevier pada tahun 2022 dan di Applied Thermal Engineering, Elsevier pada tahun 2024.

Mengurangi Biaya

Inovasi yang dikembangkan oleh Bayu Sutanto ini dilatarbelakangi oleh kendala temperatur di dalam sel surya pada PLTS terapung yang dinilai sangat krusial dan terus menjadi perhatian bagi para peneliti karena dapat menurunkan efisiensi dan umur sel surya.  Selama ini, untuk mengatasi kendala tersebut, banyak dipakai sistem penyemprotan air dengan pompa listrik di atas permukaan panel surya untuk mendinginkan suhu sel surya saat matahari terik.

“Namun, karena menggunakan pompa listrik, sistem pendinginan ini menjadi beban listrik tambahan bagi sistem PLTS terapung. Inilah yang harus kita carikan solusinya,” kata Bayu.

Bayu pun mencoba berinovasi dengan mengembangan sistem pendinginan pasif untuk PLTS terapung. Ide inovasi ini dilakukan dengan pendekatan numerik dan divalidasi dengan beberapa kegiatan eksperimen yang bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung dan Politeknik Negeri Semarang untuk menyesuaikan karakter sinar matahari di Indonesia. Sistem pendinginan ini memanfaatkan sifat dari air yang akan berubah massa jenisnya ketika mengalami kenaikan suhu sehingga dapat terbentuk gaya buoyancy yang menggerakkan fluida air secara alami.

“Dengan sistem ini mampu menurunkan temperatur secara signifikan dan menaikkan daya listrik dari PLTS terapung hingga 17,84% saat berada di bawah sinar radiasi matahari sebesar 1000 W/m2 tanpa memerlukan pompa air ataupun energi listrik dari luar,” tambah Bayu.

Lebih lanjut, Bayu berharap sistem ini mampu diterapkan untuk PLTS terapung yang dibangun di Indonesia. Contohnya adalah seperti PLTS terapung di Cirata, Jawa Barat sebesar 145 MW yang akan menjadi PLTS terapung terbesar di Indonesia, kemudian PLTS terapung Singkarak, Sumatra Barat sebesar 50 MW, dan PLTS terapung Saguling, Jawa Barat sebesar 60 MW.

Sebagai informasi, Bayu merupakan penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) pada tahun 2022 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan LPDP untuk melanjutkan studi S-3 di Inggris. Saat ini, Bayu Sutanto merupakan mahasiswa program PhD Mechanical Engineering di School of Engineering, University of Manchester.

Selain sebagai mahasiswa S-3, Bayu Sutanto juga aktif sebagai graduate teaching assistant yang mengajar beberapa mata kuliah Prodi Teknik Mesin dan Aerospace untuk mahasiswa S-1 di University of Manchester, seperti mekanika fluida, perpindahan panas, dan termodinamika.

Ketertarikannya Bayu pada riset tentang PLTS terapung sendiri diakui dengan terus meningkatnya kebutuhan sumber energi terbarukan dan semakin banyaknya pembangunan PLTS di dunia. 

“Umumnya, PLTS skala besar dibangun dengan membuka lahan baru dan akan secara langsung berdampak kepada lahan hutan atau pertanian. Hal ini telah mampu diatasi dengan konsep PLTS terapung yang menggunakan permukaan terbuka dari waduk, rawa, atau danau sehingga bisa meminimalkan kebutuhan investasi lahan,” kata Bayu. (Polines/Nan/Cecep)

sumber: vokasi.kemdikbud.go.id

Gulir ke Atas