Indonesia Masih Kekurangan Tenaga Kerja Ahli Bersertifikat

Indonesia masih kekurangan tenaga ahli konstruksi bersertifikat. Padahal, di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saat ini, tenaga kerja konstruksi Indonesia akan bersaing dengan tenaga kerja ahli dari luar negeri. Percepatan penambahan jumlah tenaga kerja ahli bersertifikat mutlak diperlukan.

Wakil Ketua I Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Jateng, Mulyono Hadipranoto menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang No 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan seluruh tenaga ahli dan terampil wajib memiliki sertifikat kompetensi. Tenaga kerja yang wajib bersertifikat hingga ke tukang-tukang. “Tidak hanya tukang dan ahlinya, penggunanya juga harus bersertifikat. Contohnya pengawas dan pimpro, juga harus bersertifikat,” jelasnya usai pembukaan Pelatihan dan Sertifikasi Tenaga Ahli Muda melalui Penerapan Metode “On Campus Training and Certification” di Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung di kampus Politeknik Negeri Semarang (Polines), Senin (22/10/2018).

Saat ini, jelas Mulyono, di Indonesia tercatat ada sekitar 8,5 tenaga kerja konstruksi di berbagai proyek pembangunan. Tapi tenaga kerja yang telah bersertifikat masih sekitar 700 ribu orang. Sehingga butuh usaha percepatan sertifikasi kompetensi tenaga kerja konstruksi. “LPJK Jateng bulan ini melakukan sertifikasi gratis untuk 1.000 pekerja di Jateng,” tambahnya.

Ketua Badan Pengurus Provinsi Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Nasional (BPP Ataknas) Jateng, Mudjiastuti Handajani juga melihat jumlah tenaga ahli bersertifikat di Indonesia sangat kurang. Padahal persaingan ke depan sangat ketat. Dengan berlakukan MEA sejak 2016, tenaga kerja ahli dari luar negeri boleh bekerja di Indonesia. Begitu pula sebaliknya, tenaga kerja Indonesia bersertifikat bisa bekerja di proyek luar negeri. “Pelatihan ini sangat penting guna mendorong jumlah tenaga ahli bersertifikat,” jelasnya.

Kepala Balai Jasa Konstruksi dan Informasi Konstruksi Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jateng, Wahyutoro Soetarto menjelaskan, ada masa transisi 2 tahun sebelum UU Jasa Konstruksi diperlakukan, terhitung sejak disahkan. Dalam masa transisi hingga tahun depan, diharapkan jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat bisa bertambah. “Karena ketika UU Jasa Konstruksi No 2 tahun 2017 berlaku, tenaga kerja konstruksi wajib bersertifikat,” jelas Wahyutoro usai acara yang juga bekerjasama dengan PT Jamkrida Jateng ini.

Kepala Seksi Konstruksi BJKIK DPU Binmar Cipka Jateng, Syurya Deta Syafrie menambahkan, pelatihan ini merupakan usaha dari Pemprov Jateng untuk mempercepat pertambahan jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat. Sehingga mereka lebih kompeten dan memiliki daya saing di dunia kerja konstruksi. “Harapannya kegiatan ini bisa berkesinambungan dan perguruan tinggi yang ikut dalam kegiatan ini juga bertambah.”

Pelatihan dan sertifikasi ini diikuti 45 alumni Polines yang baru saja diwisuda September 2018 lalu. Direktur Polines, Supriyadi menyebutkan, pihak kampus sudah mempersiapkan lulusannya agar bisa bersaing di era revolusi industri 4.0. Ada 4 hal yang ditekankan agar dimiliki lulusan Polines. Yakni kemampuan bahasa, kewirausahaan, kompetensi profesi sesua prodinya serta karakter dan etika. “Untuk meningkatkan kemampuan profesi, kita mengikuti kurikulum KKNI atau kerangka kualifiaksi nasional Indonesia. Salah satu untuk memperkuat kompetensi dengan (program) sertifikasi ini,” ujar Supriyadi. (ton)

Sumber : http://radarsemarang.com/2018/10/22/indonesia-masih-kekurangan-tenaga-kerja-ahli-bersertifikat/

Gulir ke Atas